Izin
Usaha Pertambangan (IUP) untuk ormas bagi saya adalah langkah yang baik dari
pemerintah, dan NU patut mengambilnya. Setidaknya ada tiga alasan utama.
Pertama, NU perlu meningkatkan kemandirian ekonomi. Pola organisasi NU yang
sangat desentralistik sejak dahulu membuat hampir semua aktivitas sosial sampai
ekonomi jamiyyah telah dilakukan oleh seluruh komponen NU, bahkan sampai level
anak ranting, seperti sekolah, universitas, pesantren, rumah sakit, dan hampir
semua jenis usaha. Model ini tentu ada sisi positifnya, meskipun tampak sekali
pada akhirnya NU secara kelembagaan agak lemah secara ekonomi. Perlu usaha yang
tidak bersinggungan dengan akar rumput. Dalam pandangan saya, tambang adalah
salah satunya.
Kedua, tambang, suka atau tidak suka, akan tetap berjalan dengan atau tanpa
peran ormas. Dunia yang ideal bagi pihak pengkritik IUP Ormas, memang tidak ada
aktivitas penambangan. Tapi itu jelas ir-relevan dan utopis. Ata,u jika
diharapkan dunia ini menjajaki energi terbarukan, jelas itu juga bukan dalam
waktu dekat. Kita belum siap dengan infrastrukturnya. Maka masuknya ormas
khususnya NU dalam dunia pertambangan justru akan meningkatkan kepedulian
lingkungan dan sosial perusahaan di sektor ini.
Ketiga, potensi sektor tambang ini juga sangat besar, yakni Rp 65.000 triliun.
Ini setara dengan 20 kali lipat APBN 2024 yang ada di kisaran Rp 3.325
triliiun. Ditambah menurut data, untuk emas total produksi kita masih bisa bertahan
sampai 30 tahun lagi, tembaga kita 100 tahun lagi, timah 11 tahun, nikel 58
tahun, dan batu bara 49 tahun lagi. Apakah iya, kita hanya mau serahkan kepada
swasta atau asing? Sementara, ormas sebagai penggerak jutaan warga negara hanya
menjadi penonton.
Tidak Bertabrakan dengan Norma Lingkungan
Apakah perusahaan tambang milik NU bisa menjadi perusahaan tambang yang ramah
lingkungan dan berdampak sosial yang luas? Jawabannya, pasti bisa. Dan, menurut
saya itu tidaklah sulit. Mengingat DNA NU memang merupakan lembaga sosial
keagamaan yang tujuan utamanya memang gerakan perubahan ekonomi, sosial, dan
masyarakat.
Terlebih, menurut data ESG Thompson Reuters, saat ini dalam list perusahaan
ESG, yakni perusahaan yang memenuhi aspek Lingkungan, Sosial, dan Governance,
ada beberapa perusahaan tambang yang masuk di dalamnya di antaranya United
Tractor, Bumi Resources, Bukit Asam, Indo Tambang Raya, dan Adaro Energi.
Perusahaan tersebut masuk kategori perusahaan ESG Index yang artinya memiliki
kebijakan yang ramah lingkungan, dan berdampak sosial sejak 2009 sampai dengan
2023. Artinya perusahaan ini memiliki komitmen yang cukup baik terhadap isu
lingkungan dan isu sosial.
Beberapa kriteria ESG dalam aspek lingkungan (environmental) seperti, resources
use (efisiensi energi, penggunaan air, manajemen lingkungan, penggunaan
listrik), emission (emisi karbon, kebijakan daur ulang sampah, investasi untuk
lingkungan), dan innovation (produk ramah lingkungan, inisiatif produk
organik). Sedangkan pada aspek sosial, terdapat beberapa indikator antara lain
kebijakan ketenagakerjaan (jaminan kesehatan, training, kesetaraan gender, dan
disabilitas), hak asasi manusia, community (donasi, CSR). Semua aspek ini
harusnya lebih mudah dilakukan oleh perusahaan tambang yang dikelola oleh NU,
karena sesuai dengan DNA organisasi.
Oleh karena itu, dalam pandangan kami, kekhawatiran beberapa pihak bahwa
perusahaan tambang milik NU akan bertabrakan dengan norma lingkungan sebenarnya
agak berlebihan. Toh, paling tidak, pengelolaan tambang bukanlah hal yang
diharamkan asalkan tidak merusak alam, tentu saja dengan standar tertentu.
Karena jika setiap pemanfaatan sumber daya alam dianggap merusak alam, seluruh
aktivitas ekonomi bisa juga terkena dalil ini, kecuali kita memilih hidup pada
zaman dahulu. Oleh karena itu, kritikan kita harus proporsional.
Dampak Lebih Besar untuk Masyarakat
NU sebagai ormas keagamaan yang DNA-nya adalah gerakan sosial, langkahnya akan
semakin cepat karena didukung sumber daya ekonomi yang mumpuni.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa nasionalisasi pengelolaan sumber daya ekonomi,
baik itu perbankan atau SDA, adalah cara terbaik memaksimalkan dampak
langsungnya terhadap masyarakat. Jika perusahaan itu milik pribadi tentu saja
rakyat bisa menikmati melalui lapangan kerja dan pajak. Tetapi jika perusahaan
ini dikelola oleh negara, maka bahkan laba bersih pun bisa digunakan untuk
kesejahteraan rakyat.
NU sebagai ormas keagamaan adalah gerakan civil society dengan jejaring luas
dan mengakar akan membuat dampak lebih besar untuk masyarakat. Orang banyak
mengkritik NU terkait tambang karena soal SDM. Hal ini juga tidak perlu
ditakutkan berlebihan, karena SDM NU yg memiliki keahlian soal tambang ini
cukup banyak. Lagi pula perlu diingat bahwa tambang ini dikelola oleh perusahaan
yang profesional, tentu saja bisa merekrut orang-orang profesional dalam bidang
tersebut.
Tetapi tentu saja semua itu butuh tata kelola yang baik. Mari kita tunggu saja.
Dr. Abdul Qoyum, M.Sc, Fin Ketua LP PWNU DIY, Kaprodi Ekonomi Syariah UIN Sunan
Kalijaga

Komentar